Mengenal Uji Tarik dan Sifat-sifat Mekanik Logam
Untuk
mengetahui sifat-sifat suatu bahan, tentu kita harus mengadakan pengujian terhadap
bahan tersebut. Ada empat jenis uji coba yang biasa dilakukan, yaitu uji tarik
(tensile test), uji tekan (compression test), uji torsi (torsion
test), dan uji geser (shear test). Dalam tulisan ini kita akan
membahas tentang uji tarik dan sifat-sifat mekanik logam yang didapatkan dari
interpretasi hasil uji tarik.
Uji
tarik mungkin adalah cara pengujian bahan yang paling mendasar. Pengujian ini
sangat sederhana, tidak mahal dan sudah mengalami standarisasi di seluruh
dunia, misalnya di Amerika dengan ASTM E8 dan Jepang dengan JIS 2241. Dengan
menarik suatu bahan kita akan segera mengetahui bagaimana bahan tersebut
bereaksi terhadap tenaga tarikan dan mengetahui sejauh mana material itu
bertambah panjang. Alat eksperimen untuk uji tarik ini harus memiliki
cengkeraman (grip) yang kuat dan kekakuan yang tinggi (highly stiff).
Brand terkenal untuk alat uji tarik antara lain adalah antara lain adalah
Shimadzu, Instron dan Dartec.
1.
Mengapa melakukan Uji Tarik?
Banyak
hal yang dapat kita pelajari dari hasil uji tarik. Bila kita terus menarik
suatu bahan (dalam hal ini suatu logam) sampai putus, kita akan mendapatkan
profil tarikan yang lengkap yang berupa kurva seperti digambarkan pada Gbr.1.
Kurva ini menunjukkan hubungan antara gaya tarikan dengan perubahan
panjang. Profil ini sangat diperlukan dalam desain yang memakai bahan tersebut.
Gbr.1 Gambaran singkat uji tarik dan datanya
Biasanya
yang menjadi fokus perhatian adalah kemampuan maksimum bahan tersebut dalam
menahan beban. Kemampuan ini umumnya disebut “Ultimate Tensile
Strength” disingkat dengan UTS, dalam bahasa Indonesia disebut
tegangan tarik maksimum.
Hukum Hooke (Hooke’s Law)
Untuk
hampir semua logam, pada tahap sangat awal dari uji tarik, hubungan antara
beban atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan perubahan panjang bahan
tersebut. Ini disebut daerah linier atau linear zone. Di daerah ini,
kurva pertambahan panjang vs beban mengikuti aturan Hooke sebagai berikut:
rasio tegangan (stress) dan regangan
(strain) adalah konstan
Stress adalah beban dibagi luas
penampang bahan dan strain adalah pertambahan panjang dibagi
panjang awal bahan.
Stress:
σ = F/A F: gaya
tarikan, A: luas penampang
Strain:
ε = ΔL/L ΔL: pertambahan
panjang, L: panjang awal
Hubungan
antara stress dan strain dirumuskan:
E
= σ / ε
Untuk
memudahkan pembahasan, Gbr.1 kita modifikasi sedikit dari hubungan antara gaya
tarikan dan pertambahan panjang menjadi hubungan antara tegangan dan regangan (stress
vs strain). Selanjutnya kita dapatkan Gbr.2, yang merupakan kurva
standar ketika melakukan eksperimen uji tarik. E adalah gradien
kurva dalam daerah linier, di mana perbandingan tegangan (σ) dan regangan (ε)
selalu tetap. E diberi nama “Modulus Elastisitas”
atau “Young Modulus”. Kurva yang menyatakan hubungan antara strain
dan stress seperti ini kerap disingkat kurva SS (SS curve).
Gbr.2 Kurva tegangan-regangan
Bentuk
bahan yang diuji, untuk logam biasanya dibuat spesimen dengan dimensi
seperti pada Gbr.3 berikut.
Gbr.3 Dimensi spesimen uji tarik (JIS Z2201).
Gbr.4 Ilustrasi pengukur regangan pada spesimen
Perubahan
panjang dari spesimen dideteksi lewat pengukur regangan (strain gage)
yang ditempelkan pada spesimen seperti diilustrasikan pada Gbr.4. Bila pengukur
regangan ini mengalami perubahan panjang dan penampang, terjadi perubahan nilai
hambatan listrik yang dibaca oleh detektor dan kemudian dikonversi menjadi
perubahan regangan.
2.
Detail profil uji tarik dan sifat mekanik logam
Sekarang
akan kita bahas profil data dari tensile test secara lebih detail. Untuk
keperluan kebanyakan analisa teknik, data yang didapatkan dari uji tarik dapat
digeneralisasi seperti pada Gbr.5.
Gbr.5 Profil data hasil uji tarik
Kita
akan membahas istilah mengenai sifat-sifat mekanik bahan dengan berpedoman pada
hasil uji tarik seperti pada Gbr.5. Asumsikan bahwa kita melakukan uji tarik
mulai dari titik O sampai D sesuai dengan arah panah dalam gambar.
Batas
elastisσE ( elastic limit)
Dalam Gbr.5 dinyatakan dengan titik A. Bila sebuah bahan diberi beban sampai pada titik A, kemudian bebannya dihilangkan, maka bahan tersebut akan kembali ke kondisi semula (tepatnya hampir kembali ke kondisi semula) yaitu regangan “nol” pada titik O (lihat inset dalam Gbr.5). Tetapi bila beban ditarik sampai melewati titik A, hukum Hooke tidak lagi berlaku dan terdapat perubahan permanen dari bahan. Terdapat konvensi batas regangan permamen (permanent strain) sehingga masih disebut perubahan elastis yaitu kurang dari 0.03%, tetapi sebagian referensi menyebutkan 0.005% . Tidak ada standarisasi yang universal mengenai nilai ini. [1]
Dalam Gbr.5 dinyatakan dengan titik A. Bila sebuah bahan diberi beban sampai pada titik A, kemudian bebannya dihilangkan, maka bahan tersebut akan kembali ke kondisi semula (tepatnya hampir kembali ke kondisi semula) yaitu regangan “nol” pada titik O (lihat inset dalam Gbr.5). Tetapi bila beban ditarik sampai melewati titik A, hukum Hooke tidak lagi berlaku dan terdapat perubahan permanen dari bahan. Terdapat konvensi batas regangan permamen (permanent strain) sehingga masih disebut perubahan elastis yaitu kurang dari 0.03%, tetapi sebagian referensi menyebutkan 0.005% . Tidak ada standarisasi yang universal mengenai nilai ini. [1]
Batas
proporsional σp
(proportional limit)
Titik sampai di mana penerapan hukum Hook masih bisa ditolerir. Tidak ada standarisasi tentang nilai ini. Dalam praktek, biasanya batas proporsional sama dengan batas elastis.
Titik sampai di mana penerapan hukum Hook masih bisa ditolerir. Tidak ada standarisasi tentang nilai ini. Dalam praktek, biasanya batas proporsional sama dengan batas elastis.
Deformasi
plastis (plastic deformation)
Yaitu perubahan bentuk yang tidak kembali ke keadaan semula. Pada Gbr.5 yaitu bila bahan ditarik sampai melewati batas proporsional dan mencapai daerah landing.
Yaitu perubahan bentuk yang tidak kembali ke keadaan semula. Pada Gbr.5 yaitu bila bahan ditarik sampai melewati batas proporsional dan mencapai daerah landing.
Tegangan
luluh atas σuy (upper yield stress)
Tegangan maksimum sebelum bahan memasuki fase daerah landing peralihan deformasi elastis ke plastis.
Tegangan maksimum sebelum bahan memasuki fase daerah landing peralihan deformasi elastis ke plastis.
Tegangan
luluh bawah σly (lower yield stress)
Tegangan rata-rata daerah landing sebelum benar-benar memasuki fase deformasi plastis. Bila hanya disebutkan tegangan luluh (yield stress), maka yang dimaksud adalah tegangan ini.
Tegangan rata-rata daerah landing sebelum benar-benar memasuki fase deformasi plastis. Bila hanya disebutkan tegangan luluh (yield stress), maka yang dimaksud adalah tegangan ini.
Regangan
luluh εy
(yield strain)
Regangan permanen saat bahan akan memasuki fase deformasi plastis.
Regangan permanen saat bahan akan memasuki fase deformasi plastis.
Regangan
elastis εe
(elastic strain)
Regangan yang diakibatkan perubahan elastis bahan. Pada saat beban dilepaskan regangan ini akan kembali ke posisi semula.
Regangan yang diakibatkan perubahan elastis bahan. Pada saat beban dilepaskan regangan ini akan kembali ke posisi semula.
Regangan
plastis εp
(plastic strain)
Regangan yang diakibatkan perubahan plastis. Pada saat beban dilepaskan regangan ini tetap tinggal sebagai perubahan permanen bahan.
Regangan yang diakibatkan perubahan plastis. Pada saat beban dilepaskan regangan ini tetap tinggal sebagai perubahan permanen bahan.
Regangan
total (total strain)
Merupakan gabungan regangan plastis dan regangan elastis, εT = εe+εp. Perhatikan beban dengan arah OABE. Pada titik B, regangan yang ada adalah regangan total. Ketika beban dilepaskan, posisi regangan ada pada titik E dan besar regangan yang tinggal (OE) adalah regangan plastis.
Merupakan gabungan regangan plastis dan regangan elastis, εT = εe+εp. Perhatikan beban dengan arah OABE. Pada titik B, regangan yang ada adalah regangan total. Ketika beban dilepaskan, posisi regangan ada pada titik E dan besar regangan yang tinggal (OE) adalah regangan plastis.
Tegangan
tarik maksimum TTM (UTS,
ultimate tensile strength)
Pada Gbr.5 ditunjukkan dengan titik C (σβ), merupakan besar tegangan maksimum yang didapatkan dalam uji tarik.
Pada Gbr.5 ditunjukkan dengan titik C (σβ), merupakan besar tegangan maksimum yang didapatkan dalam uji tarik.
Kekuatan
patah (breaking strength)
Pada Gbr.5 ditunjukkan dengan titik D, merupakan besar tegangan di mana bahan yang diuji putus atau patah.
Pada Gbr.5 ditunjukkan dengan titik D, merupakan besar tegangan di mana bahan yang diuji putus atau patah.
Tegangan
luluh pada data tanpa batas jelas antara perubahan elastis dan plastis
Untuk hasil uji tarik yang tidak memiliki daerah linier dan landing yang jelas, tegangan luluh biasanya didefinisikan sebagai tegangan yang menghasilkan regangan permanen sebesar 0.2%, regangan ini disebut offset-strain (Gbr.6).
Gbr.6 Penentuan tegangan luluh (yield stress) untuk
kurva tanpa daerah linier
Perlu
untuk diingat bahwa satuan SI untuk tegangan (stress) adalah Pa (Pascal,
N/m2) dan strain adalah besaran tanpa satuan.
3.
Istilah lain
Selanjutnya
akan kita bahas beberapa istilah lain yang penting seputar interpretasi hasil
uji tarik.
Kelenturan (ductility)
Merupakan sifat mekanik bahan yang menunjukkan derajat deformasi plastis yang terjadi sebelum suatu bahan putus atau gagal pada uji tarik. Bahan disebut lentur (ductile) bila regangan plastis yang terjadi sebelum putus lebih dari 5%, bila kurang dari itu suatu bahan disebut getas (brittle).
Merupakan sifat mekanik bahan yang menunjukkan derajat deformasi plastis yang terjadi sebelum suatu bahan putus atau gagal pada uji tarik. Bahan disebut lentur (ductile) bila regangan plastis yang terjadi sebelum putus lebih dari 5%, bila kurang dari itu suatu bahan disebut getas (brittle).
Derajat
kelentingan (resilience)
Derajat kelentingan didefinisikan sebagai kapasitas suatu bahan menyerap energi dalam fase perubahan elastis. Sering disebut dengan Modulus Kelentingan (Modulus of Resilience), dengan satuan strain energy per unit volume (Joule/m3 atau Pa). Dalam Gbr.1, modulus kelentingan ditunjukkan oleh luas daerah yang diarsir.
Derajat kelentingan didefinisikan sebagai kapasitas suatu bahan menyerap energi dalam fase perubahan elastis. Sering disebut dengan Modulus Kelentingan (Modulus of Resilience), dengan satuan strain energy per unit volume (Joule/m3 atau Pa). Dalam Gbr.1, modulus kelentingan ditunjukkan oleh luas daerah yang diarsir.
Derajat
ketangguhan (toughness)
Kapasitas suatu bahan menyerap energi dalam fase plastis sampai bahan tersebut putus. Sering disebut dengan Modulus Ketangguhan (modulus of toughness). Dalam Gbr.5, modulus ketangguhan sama dengan luas daerah dibawah kurva OABCD.
Kapasitas suatu bahan menyerap energi dalam fase plastis sampai bahan tersebut putus. Sering disebut dengan Modulus Ketangguhan (modulus of toughness). Dalam Gbr.5, modulus ketangguhan sama dengan luas daerah dibawah kurva OABCD.
Pengerasan
regang (strain hardening)
Sifat kebanyakan logam yang ditandai dengan naiknya nilai tegangan berbanding regangan setelah memasuki fase plastis.
Sifat kebanyakan logam yang ditandai dengan naiknya nilai tegangan berbanding regangan setelah memasuki fase plastis.
Tegangan
sejati , regangan sejati
(true stress, true strain)
Dalam beberapa kasus definisi tegangan dan regangan seperti yang telah dibahas di atas tidak dapat dipakai. Untuk itu dipakai definisi tegangan dan regangan sejati, yaitu tegangan dan regangan berdasarkan luas penampang bahan secara real time. Detail definisi tegangan dan regangan sejati ini dapat dilihat pada Gbr.7.
Dalam beberapa kasus definisi tegangan dan regangan seperti yang telah dibahas di atas tidak dapat dipakai. Untuk itu dipakai definisi tegangan dan regangan sejati, yaitu tegangan dan regangan berdasarkan luas penampang bahan secara real time. Detail definisi tegangan dan regangan sejati ini dapat dilihat pada Gbr.7.
Gbr.7 Tegangan dan regangan berdasarkan panjang bahan
sebenarnya
Referensi:
1. Material
Testing (Zairyou Shiken). Hajime Shudo. Uchidarokakuho, 1983.
2.
Material
Science and Engineering: An Introduction. William D. Callister Jr. John
Wiley&Sons, 2004.
3.
Strength
of Materials. William Nash. Schaum’s Outlines, 1998.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar